. Ayah, Cerdaskan Motorik & Kognitif Anak




Ayah dan ibu punya peran besar dalam meningkatkan perkembangan anak. Sayangnya, terutama ayah, tak mau memahami benar peran serta dampaknya yang begitu besar, sehingga lebih menyerahkan urusan anak pada ibu. Apa sih peran besar ayah, benarkah jika ayah benar-benar terlibat dengan anak akan berpengaruh pada kecerdasan motorik dan perkembangan kognitifnya. Mengapa?

Budaya telah membentuk posisi, tanggung jawab dan hak orangtua yang tidak setara. Bahkan kultur Indonesia, menurut sosiolog Irwanto Abdillah, tegas-tegas menggariskan pembagian tugas yang kaku antara ayah dan ibu. Ayah adalah simbol pemegang kekuasaan dalam keluarga, sedang ibu menjadi pengurus rumahtangga, termasuk kewajiban mengurus si kecil.

Sampai saat ini budaya tersebut masih mencengkeram kita. Masih banyak lho ayah yang merasa tabu mengurus anak, seperti mengganti popok atau mengajak buah hatinya bermain. Masih relevankah jika budaya itu dipertahankan ayah masa kini? Sebenarnya, kata Irwanto, bukan persoalan relevan atau tak relevan. Peran ayah dan ibu punya pengaruh yang sama besarnya terhadap anak.

Ini dibuktikan penelitian oleh para peneliti Barat, bahwa pada ayah dan ibu, anak belajar banyak hal secara berbeda. Pada ibu misalnya, anak mempelajari kelembutan, kontrol emosi, dan kasih sayang. Sedang pada ayah, anak belajar ketegasan, sifat maskulin, kebijaksanaan, dsb.
Lebih dari itu, perkembangan kemampuan seorang anak, baik kemampuan motorik serta perkembangan intelegensinya, dipengaruhi oleh pola asuh, dalam hal ini ibu dan ayah. Jika ada kekurangan dalam peran ayah, maka perkembangan anak pun tidak optimal.

Pengaruhi Kinestetik dan Kognitif
Menurut para pakar perkembangan, ayah yang menjalankan perannya secara maksimal, berpengaruh pada peningkatan kecerdasan motorik dan kognitif anak. Mengapa? Jika ayah bersama si kecilnya, biasanya ia melakukan hal-hal yang khusus-yang mungkin tak dilakukan ibu dengan si kecil. Misalnya, bermain kuda-kudaan (ayah jadi kuda anak jadi penunggang), bermain bola (sepak bola, lempar bola, dsb), bermain perang-perangan atau bermain jago silat, dan beberapa 'permainan keras' lainnya, maka anak pun otomatis melatih motorik kasarnya. Bagaimana menangkap atau menendang bola, berpegangan erat, menonjok atau memukul pura-pura, dsb., akan mengeraskan tulang sekaligus meluweskan fungsi gerak anak.

Begitupula pengaruhnya pada perkembangan intelegensi. Umumnya ayah memiliki gambaran orang yang punya banyak pengetahuan. Kemungkinan ayah ke luar rumah untuk bekerja atau membina relasi lain, jarangnya bertemu, serta 'otoritas' yang diperlihatkan di rumah, membuat anak merekam bahwa ayah adalah figur yang luar biasa dana membuatnya kagum. Figur yang demikian di mata anak, bila dekat dengannya, membuat anak 'lebih terbuka' menerima masukan dan penjelasan dari ayah, sehingga mengasah perkembangan kognitifnya lebih optimal.
Bukan berarti ibu tak punya pengaruh pada perkembangan kognitif ayah. Hanya saja, dengan ibu anak cenderung bertemu setiap hari, terlibat sehari-hari, bahkan ibu cenderung cerewet dana teliti. Secara psikologis, kata Irwanto, anak dekat dengan ibu tetapi sekaligus juga mengambil jarak.

Bukan Hanya Dekat Fisik
Memang, banyak ayah yang secara fisik dekat dengan anaknya. Bertemu setiap hari, menyapa atau menegur anak, berbicara seperlunya atau menemani belajar seperlunya, cukupkah?

Idealnya, ayah dan ibu bisa dekat dengan anak secara fisik dana emosi. Kedekatan tersebut, kata Winarini Ph.D, psikolog, membantu anak untuk berkembang dengan baik.

Kedekatan fisik dan emosional umumnya terjalin baik antara ibu dan anak. Antara ayah dan anak? Sungguh jarang terjadi. Untuk dekat dengan si kecilnya, kata Winarini, ayah lah yang harus mendekatkan diri. Sejak anak masih kecil, ayah sebaiknya turut serta melakukan tugas merawat. Sentuhan langsung dari ayah kepada anak lewat berbagai kegiatan kegiataan, akan membangun hubungan emosional antara ayah dan anak. Pada akhirnya akan terjalin Komunikasi antara keduanya.
Komunikasi yang lancar antara ayah-ibu-anak akan menyelamatkan si kecil dari pengaruh luar yang negatif. Anak tak perlu mencari pelampiasan di luar rumah karena ia memperoleh limpahan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Anak pun tak perlu keluar rumah untuk memecahkan masalahnya lantaran ayah dan ibunya siap mendengar keluh-kesahnya.

Bagi sebagian ayah, terlibat dalam mengasuh dan mendidik anak memang bukan peran yang mudah. Apalagi, kata Irwanto, sosok ayah di masyarakat Indonesia dilukiskan sebagai sosok yang perlu ditakuti.
Akan tetapi, jika Anda ingin si kecil lebih baik perkembangan motorik, kognitif, serta jauh dari pengaruh negatif, mau tidak mau, ayah, dekatkanlah peranmu pada anak.

0 komentar: