LENTERA HATI ISLAMIC BOARDING SCHOOL

Tampilkan postingan dengan label PENDIDIKAN. Tampilkan semua postingan

Ayo Bermain Peran!




Main dokter-dokteran, main masak-masakan adalah permainan favorit si kecil. Meski terlihat sepele, permainan ini banyak manfaatnya lho!

Lazim terlihat, bila si kecil yang mulai memasuki usia balita mulai melakukan berbagai permainan. Umumnya, anak-anak usia ini sangat asyik terlihat melakukan permainan masak-masakan, dokter-dokteran atau karakter lainnya, yang sering ia lihat atau temui dilingkungan sekitarnya. Bahkan, kadang-kadang karakter tokoh tertentu melekat padanya, misalnya, ia akan senang bila dipanggil 'Pak Dokter.'

Permainan yang kerap dilakukan si kecil bersama teman-temannya ini, di kenal dengan nama 'bermain peran' (role playing), yaitu permainan meniru kegiatan atau pekerjaan orang dewasa. "Permainan ini sangat bagus untuk anak-anak, sebab di usia balita, kemampuan berfantasi, kognitif, emosi, dan sosialisasi anak tengah berkembang," terang Dra. Johana Rosalina K, M.A.,. "Apalagi permainan ini juga akan mengasah dan mengembangkan seluruh kemampuannya," lanjut Dosen Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya Jakarta ini.

Segudang Manfaat
Menurut Johana, ada banyak manfaat yang bisa didapatkan oleh si kecil melalui permainan peran. "Namanya saja bermain peran, maka dalam permainan ini mereka akan meniru dan berfantasi dengan peran yang tengah mereka mainkan." Dengan bermanfantasi dan menirukan kegiatan peran tersebut, secara tak langsung kemampuan kognitifnya pun terasah.

Dari apa yang pernah mereka lihat atau juga pengalaman mereka pada satu bidang peran tertentu, lalu mereka praktekkan pada permainan ini, akan lebih mengasah kemampuan mengingat dan analisisnya terhadap lingkungan disekitarnya. Misalnya, ia akan tahu kalau dokter itu membantu menyembuhkan orang yang sakit, polisi membantu menangkap orang jahat dan lainnya.

Oleh karena itu, bagi Johana, akan sangat penting bila orangtua mampu memperkenalkan si kecil tentang berbagai macam profesi yang ada dilingkungannya. "Berikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi balita untuk melakukan pengamatan, sebab pada usia ini, kemampuan observasi dan mengingat mereka sangat kuat," jelasnya.

Hanya saja, ada baiknya orangtua tidak begitu saja melepaskan pengamatan si kecil. "Karena mereka merupakan pengamat yang kuat, usahakan untuk memperlihatkan hal-hal yang positif baginya." Dengan membatasi pengamatan si kecil pada hal-hal yang positif, diharapkan ia mampu mengadopsi sikap dan tingkah laku yang positif pula.

"Karenanya, pemantauan orangtua akan informasi yang masuk dan di lihat oleh si kecil sangat penting. Sehingga persepsinya terhadap lingkungan juga tidak salah." Begitu juga pandangan orangtua pada profesi tertentu, sebaiknya juga bersifat positif. "Jangan karena orangtua tidak suka akan profesi tertentu, maka si kecil pun ikut terbawa persepsi yang sama dengan orangtuanya."

Nah, untuk lebih mengetahui tentang berbagai manfaat bermain peran pada si kecil, berikut ini Johana memberikan beberapa aspek yang mengasah kemampuan si kecil melalui bermain peran:
1.     Kemampuan Sosial
Sambil bermain, si kecil juga ikut belajar berbagi, belajar mengantri atau bergiliran, dan berkomunikasi dengan teman-temannya. Ia pun mulai belajar untuk bekerja sama dengan orang lain.
2.     Kemampuan Mengelola Emosi
Kemampuan ini termasuk untuk memahami perasaan takut, kecewa, sedih, marah dan cemburu. Melalui imajinasi yang dibangunnya sendiri, ia belajar mengelola dan memahami perasaan-perasaan tersebut. Misalnya, ketika ia melakukan permainan yang melibatkan perasaan, ia jadi mulai belajar untuk berempati dengan perasaan orang lain.
3.     Kreativitas
Dalam dunia khayalan, si kecil bisa jadi apa saja dan melakukan apa saja. Bahkan, semakin sering ia melakukan permainan peran, akan semakin besar daya kreativitasnya terasah.
4.     Disiplin
Saat bermain peran, biasanya ia mengambil peraturan dan pola hidupnya sehari-hari. Misalnya, saat ia bermain peran sebagai orangtua yang menidurkan anaknya, ia akan bersikap dan mengatakan seperti apa yang ia sering dilakukan dan dikatakan oleh orangtuanya. Sehingga secara tak langsung, ia pun membangun kedisiplinan dan keteraturan pada dirinya sendiri.
5.     Keluwesan
Saat bermain peran, secara tidak langsung si kecil mulai belajar untuk mengatasi rasa takut dan hal-hal yang sebelumnya berbeda bagi mereka. Bila memang orangtua ingin mengatasi rasa takut ataupun trauma tertentu yang dialami si kecil, dampingilah saat ia bermain peran tersebut. Dengan bimbingan dan perumpamaan ini, diharapkan rasa takut atau trauma si kecil akan lebih berkurang.
Permainan Peran Bagi Si Kecil
Bermain peran, selain sebuah keasyikan tersendiri bagi si kecil, ternyata juga sangat membantu mengasah kemampuannya. Saat si kecil mulai asyik melakukan permainan ini, ada baiknya orangtua memberikan sarana dan fasilitas yang mendukungnya. Berikut ini berbagai permainan yang bisa Anda berikan pada si kecil yang mulai bermain peran:
1.     Permainan Miniatur
Jika si kecil mempunyai mobil-mobilan kecil atau mainan kebun binatang yang lengkap dengan sekelompok miniatur binatangnya. Cobalah untuk melengkapi permainan itu, misalnya dengan memberikannya ide untuk membuat kandang atau jalan raya sendiri. Atau memberikan si upik perabotan rumah miniatur lengkap dengan boneka orang-orangannya. Dengan permainan-permainan tersebut, sudah pasti si kecil akan mulai berkhayal dan membuat sebuah adegan dengan berbagai macam perlengkapan tersebut.
2.     Alat-alat Rumah Tangga Mainan
Pekerjaan rumah bagi orangtua, mungkin membosankan. Namun tidak untuk si kecil. Mereka akan sangat mudah untuk melihat, mengerti lalu mengimitasi apa yang Anda kerjakan. Baik saat membersihkan rumah atau saat di dapur - ia pun akan bertingkah layaknya orang dewasa. Meskipun kesenangan si kecil ini mungkin akan merepotkan Anda, karena ia juga ingin mempunyai peralatan yang dipakai Anda. Cobalah untuk mencarikan berbagai mainan peralatan rumah tangga yang hampir mirip dengan apa yang Anda miliki.
3.     Mainan Berkarakter Tokoh Kartun
Boneka atau robot-robotan yang mirip dengan karakter tokoh kartun atau film anak-anak tertentu, biasanya juga akan sangat menarik bagi si kecil. Cobalah memberikan mereka boneka/robot tokoh favoritnya, dan biarkan ia bermain peran dengan adegan seperti yang mereka lihat. Jangan melarang, meskipun dalam 'adegan' tersebut berupa peperangan atau perkelahian - sebab mereka tengah mengidentikkan dengan realitas yang ada.
4.     Kostum Peran Tertentu
Anak-anak akan sangat senang, bila saat ia bermain peran tertentu, ia juga bisa melengkapinya dengan kostum dari peran yang ia mainkan. Misalnya, menggunakan seragam militer saat bermain perang-perangan, menggunakan jas putih saat bermain dokter-dokteran dan lain.
Learn more »

Anak Balita Menguasai Konsep Matematika



Anak Balita Menguasai Konsep Matematika
Gizi.net - Anak Balita Menguasai Konsep Matematika

Anak usia di bawah lima tahun sudah menguasai konsep penjumlahan. Anak-anak di bawah usia lima tahun (balita) ternyata dapat menyelesaikan jenis operasi matematika tertentu sebelum memperoleh pelajaran matematika secara formal, demikian hasil penelitian.

Tanyalah seorang anak berumur 5 tahun, apakah 13 ditambah 17 lebih besar atau lebih kecil daripada 50. Maka, Anda akan terkejut melihat hasilnya. Untuk mengetahuinya, para peneliti melakukan operasi serupa menggunakan peragaan visual.

Dalam penelitian pertama, anak-anak dihadapkan pada 13 titik berwarna biru di layar komputer. Kemudian ditambahkan 17 titik berwarna biru lainnya sebelum kemudian digabungkan. Setelah itu, mereka diperlihatkan 50 titik berwarna merah dan ditanya mana lebih banyak, titik berwarna biru atau berwarna merah.

Dengan cara seperti ini, ternyata sekitar dua pertiga dari jawaban yang diberikan benar yaitu titik berwarna merah lebih banyak daripada titik biru.

Dalam percobaan yang lain, anak-anak diminta untuk membandingkan jumlah titik berwarna biru di layar dengan suara ketukan sejumlah titik yang berwarna merah. Sekali lagi, mereka mampu menentukan mana yang lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa mereka memiliki konsep abstrak tentang angka yang melibatkan banyak sensor pengenal, seperti halnya orang dewasa.

Temuan ini menunjukkan bahwa anak-anak memiliki intuisi sejak lahir terhadap matematika yang mungkin dapat digunakan sebagai dasar agar pelajaran sekolah lebih menyenangkan.

"Apa yang menjadi pusat perhatian pada angka setelah dewasa adalah dapat menentukan angka 7, misalnya, dengan jumlah sesuatu yang bermacam-macam," kata Elizabeth Spelke, seorang psikolog di Harvard University yang juga principal investigator dalam penelitian ini. "Kami dapat mengatakan terdapat tujuh titik tapi juga terdapat suara yang keluar tujuh kali. Meskipun melibatkan rangsangan sensor yang berbeda, jumlahnya sama."

Penelitian terakhir yang dilakukan pada bayi dan primata menunjukkan bahwa kemampuan ini sudah diperlihatkan sebelum umur 5 tahun. "Saya pikir, percobaan terhadap bayi dan monyet menunjukkan bahwa kemampuan ini bawaan lahir," kata Spelke.

Karena intuisi matematika terbukti diperlihatkan sejak dini, anak-anak dapat meningkatkan kemampuannya untuk memecahkan berbagai bentuk masalah aritmatika yang harus dihadapi di sekolah.

Menghindari tekanan
Seorang anak pertama kali menghadapi matematika di bangku sekolah dasar, dan beberapa mampu menyelesaikan penambahan dan pengurangan dengan baik, sedangkan perkalian dan pembagian merupakan proses yang panjang dan membutuhkan tekanan.

"Anak-anak merasa bahwa simbol matematika tidak begitu sulit, dan menarik sehingga anak-anak menyukai percobaan kami," kata Spelke. "Di sana ada permainan, anak-anak sangat menyukai permainan dan mereka juga nyaman di sana," tambahnya. Anak-anak bermain matematika tanpa merasakannya.

Spelke menekankan bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan tapi ia percaya para guru seharusnya menggunakan pengetahuan ini untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa-siswinya terhadap kemampuan matematika, dan membuat pelajaran matematika lebih menyenangkan dan menantang.

Cara-cara abstrak untuk mengajar matematika dapat juga digunakan untuk mengajarkan simbol-simbol matematika yang harus dihadapai agar menjadi sangat trampil di kemudian hari.

"Apa yang diperlihatkan oleh penelitian kami menunjukkan bahwa anak-anak memiliki pemahaman terhadap penambahan dan angka. Oleh karena itu, kami berharap dapat mengasah kemampuannya kepada instruksi matematika yang lebih rumit," kata Spelke.

Temuan ini dijelaskan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences edisi 12 September.


Sumber: LiveScience.com
Penulis: Wah
Learn more »

Achievement Motivation Training



his model primarily targets the achievement drive competency.  Originally developed by Harvard psychologist David McClelland and his colleagues at Hay/McBer, it has been used in many different settings with many different types of individuals, including corporate executives, small business entrepreneurs, minority businessmen and women, business school students, police officers, and social workers.  It also has been used in other countries.  In fact, it was first used in 1963 with Indian businessmen.
                Although the training has been offered in different ways, from week-long residential retreats to semester-long college courses, it typically involves 70 hours of work spread over 5 or more days.   On the first day of the program, the participants are informed of the training objectives.  They are told that the program is intended to increase the strength of their achievement motivation and that the faculty has confidence that the program will be effective.  Next the faculty spend some time describing what achievement motivation is, the characteristics of people with strong achievement motivation, and the relation of achievement motivation to success in managerial work.  These presentations include detailed discussion of research studies on achievement motivation.  After listening to these presentations, the participants meet in small groups and try to identify incidents at work that demonstrate the effects of achievement motivation on business-related decision-making and performance.  Each small group selects a case example to be presented to the whole group. 
                These initial activities are designed to accomplish several objectives.  First, the faculty tries to create a belief in the participants that it is both possible and desirable to develop increased achievement motivation.  Second, through presentation of research findings, the faculty demonstrates that increased achievement motivation should lead to improved managerial performance and personal success.  Third, the activities help participants conceptualize clearly what achievement motivation is and how it affects behavior.  Finally, the small group activity is designed to help the participants see how achievement motivation is involved in everyday work experience.
                In the next part of training, the faculty helps the participants conceptualize more clearly what achievement motivation is, particularly as reflected in imaginative thought.  They begin by discussing the case examples that the small groups developed previously, with the faculty helping the participants to identify more clearly how achievement motivation plays a role in each example.  Then the participants learn a method of scoring achievement motivation in stories, and use this method to score their own stories, which were written before the beginning of the program.  Later the participants discuss their stories and scoring in an individual conference with a faculty member.  During these activities, participants not only get a clearer idea of what achievement motivation is and how it manifests itself in work situations;  they also are confronted with data about their own achievement motivation, which often helps generate a strong desire to change.
                The next segment of training begins with practicing “achievement thinking.”  The participants write a new set of stories, now trying to saturate them with achievement-related thinking.  Then the participants do the same with a set of business situations.  This work takes up half a day.  The next part of training is devoted to the topic of personal goals and goal-setting.  (Goal setting is an important aspect of achievement-oriented behavior.)  The faculty help the participants to discuss their own personal goals and conflicts among goals, such as conflicts between family and work-related goals.  The participants conclude this part of the program by developing detailed personal goals for the next two years and the next five years. 
                Most of a day is devoted to the next activity:  playing a business game.  During the game, the participants are scored on several criteria, and at the conclusion of the game they receive feedback on their individual scores.  Then they discuss how their scores relate to their level of achievement motivation and the demands of their jobs for achievement-oriented performance.  At the end of this discussion, the participants decide whether they want to develop greater achievement motivation, and in what specific aspects of it they wish to improve.  These activities help the participants to gain even more awareness and insight into their own achievement motivation and to commit themselves to a program of personal change.
                The last part of the program is devoted to the development of a personal action plan.  The participants discuss their individual goals for developing greater achievement motivation, and the faculty help them to identify techniques that can be used to increase achievement motivation.  They spend considerable time discussing how to keep records of daily progress through a journal or diary, and the faculty helps the participants anticipate some of the obstacles they are likely to encounter as they attempt to apply what they have learned at work and in their personal lives.  The concluding activity is an individual conference with a faculty member in which the participants discuss their own goals and action plans.
                The program designers conceptualized the program as involving seven “training inputs.”  The first is to learn achievement motivation thinking. The second is for the participants to understand their own characteristics and goals.  The third is to help participants practice achievement-related actions in cases, role plays, and real life. A fourth input is to practice achievement-related actions in business and other games.  A fifth input is for the participants to relate the achievement behavior model to their own behavior, self-image, and goals.  Sixth, the program helps participants develop a personal action plan.  Finally, the program provides participants with feedback on progress toward achieving goals.
                Considerable evaluation research has been conducted on achievement motivation training, and the results generally are positive.  One study found that program participants evidenced a significantly higher rate of advancement within their company than did a control group (Aronoff, 1971).  In another evaluation study, an achievement motivation training program that targeted small business owners was effective in influencing business performance as measured by increased monthly sales, monthly profits, monthly personal income, and number of employees. And results of a cost/benefit analysis of this government-sponsored program showed that the net increase in tax revenues due to the increased profitability of the targeted businesses more than paid for the program:  after two years the cost/benefit ratio was over 5 to 1 (Miron, 1979).  
                For more information on this model, see:
                Aronoff, J., & Litwin, G. H. (1971).  Achievement motivation training and executive advancement. Journal of Applied Behavioral Science, 7(2), 215-229.
                Miron, D., & McClelland, D. C. (1979).  The impact of achievement motivation training on small businesses.  California Management Review, 21(4), 13-28.
Learn more »

GEMBIRA MENGENAL ANGKA

Senangnya kalau si batita ternyata sudah mengenal nama-nama angka, meskipun terkadang ucapannya masih tidak jelas dan terbolak-balik urutannya. “Satu, dua, tiga, lima, tujuh,” dan seterusnya.
Dengan kemampuan yang berhasil ditunjukkannya, boleh saja kita beranggapan bahwa si batita tergolong cerdas. Memang cukup beralasan, tapi sayangnya kemampuan itu sering tidak dibarengi dengan stimulasi yang tepat.
Sebenarnya, menurut psikolog Anna Surti Ariani, Psi., dari Jagadnita Consulting Services, meskipun anak batita sudah bisa mengucapkan angka dari 1 sampai 10, misalnya, belum tentu ia paham, baik simbol maupun urutannya. Kemampuan itu didapatnya dari pengaruh luar, misalnya dari mencontoh atau tanpa sadar orang tua sudah memperkenalkannya.
Namun untuk sekadar memperkenalkan angka, lanjut Nina, tidak ada batasan kapan boleh diperkenalkan. “Boleh saja diperkenalkan sejak bayi, bahkan sejak masih dalam kandungan. Asalkan kita tidak menuntut anak memahami atau menghafal apa yang kita kenalkan itu.”
PILIH CARA INFORMAL
Ketika ingin memperkenalkannya, menurut Nina, kita perlu melihat kemampuan anak. Apakah dia memang sudah bisa berinteraksi dengan baik atau tidak. Namun, yang jelas, pilihlah cara yang tidak formal dan tidak menekankan, di antaranya:
* Kenalkan sambil bermain
Tekniknya sangat sederhana, ketika sedang bermain di atas tempat tidur misalnya, ada dua bantal, kita bisa menggunakan dua bantal itu sebagai media. “Coba kita hitung, ada berapa bantal di atas tempat tidur kamu, satu… dua… di tempat tidur ada dua bantal.”
Ketika di ruang bermain ada boneka, bola, atau mainan lain, kita bisa menggunakan media tersebut sebagai sarana belajar. Ajak anak untuk menghitung jumlah boneka yang ada. “Lihat, bonekanya ada satu. Tapi bolanya ada dua, satu… dua…,” atau, “Ada tiga bebek-bebekan, satu… dua… tiga…” Secara perlahan, angka-angka tersebut akan masuk ke dalam pikiran anak, selanjutnya anak mulai kenal dengan proses penghitungan. Pokoknya, banyak cara yang bisa kita manfaatkan untuk mengajarkan anak konsep bilangan.
* Kenalkan sambil bernyanyi
Kita bisa mengajak anak bernyanyi sambil memperkenalkan angka. Dengan bernyanyi anak bisa lebih dekat dengan sesuatu yang baru. Umpamanya, ibu bernyanyi, “Satu-satu aku sayang ibu, dua-dua juga sayang ayah, tiga-tiga sayang adik-kakak…dan seterusnya.” Nyanyian ini, menurut Nina, merupakan pelajaran untuk memperkenalkan anak terhadap bilangan dan urutan. Angka satu, dua, kemudian tiga.
Lagu lain yang bisa digunakan misalnya, “Dua mata saya, hidung saya satu.” Lagu ini mengajarkan anak mengenai konsep jumlah.
Lagu lain yang pemahamannya lebih kompleks, misalnya lagu, “Satu ditambah satu sama dengan dua, dua ditambah dua sama dengan empat.” Selain pengenalan angka, dalam lagu ini juga diperkenalkan penjumlahan. Penjumlahan mungkin tidak dipahami anak batita, tetapi kalau sekadar pengenalan tak apa diberikan.
* Kenalkan dengan konkret
Karena taraf pemikiran anak masih konkret, terkadang diperlukan media gambar untuk memperlihatkan bentuknya. Jika angka disajikan dalam bentuk menarik, berukuran besar, tertera dalam permainan balok/puzzle, terpampang di aneka perlengkapan bayi, atau di karpet bermainnya, sangat mudah membuatnya lebih memperhatikan.
Pada intinya, pengenalan jangan dilakukan secara formal karena si batita belum bisa berkonsentrasi dalam waktu lama. Sifat formal ini hanya akan membuat anak bosan, sehingga sulit diajak bekerja sama.
* Jangan terlalu rumit
Jangan mengenalkan terlalu banyak angka, cukup satu per satu. Misalnya kenalkan angka 1 dengan 1 jari telunjuk, atau dengan gambar 1 bebek, atau dengan mengucapkan bahwa ada 1 bantal. Jangan langsung mengenalkan angka 10 dengan menunjukkan 10 jari, 10 gambar bebek, atau 10 bantal yang berjejer. “Kita harus memahami bahwa anak belum bisa memahami konsep yang agak rumit.”
Bila kita ingin mengenalkan beberapa simbol angka, berikan jeda sesaat setiap tahapnya sebelum berlanjut ke angka berikutnya. Ketika anak ingin bermain di sela-sela waktu tersebut, jangan dilarang, biarkan saja asalkan kita bisa mengajaknya kembali ke fokus semula.
* Jangan memaksa
Tindakan pemaksaan sangat tidak dianjurkan. Ketika ingin memperkenalkannya, biarkan anak memahami dengan kemampuannya sendiri.
Ulangi pengenalan ini di kesempatan yang lain. Begitu seterusnya. Ingat, proses pemahaman anak belum bisa konsisten. Bila sekarang anak kenal angka 5, belum tentu begitu esok harinya.
* Jangan memberi cap negatif
Bila anak salah mengulangi perkataan yang kita minta, jangan memarahi apalagi memberi cap yang negatif. Luruskan jawabannya dengan mengatakan yang sebenarnya. “Lo, kok, gelasnya hanya satu, coba hitung, satu, dua, tiga. Gelasnya ada tiga,” misalnya.
Cap negatif seperti bodoh, jelek, bego, akan mendorong anak untuk membentuk konsep negatif terhadap dirinya. Bahkan bisa jadi dia malah tidak bersemangat untuk melanjutkannya. Ciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan ketika kita berusaha mengenalkan angka.
* Pilih waktu kondusif
Ketika anak sedang asyik bermain balok, misalnya, maka jangan memintanya untuk mengalihkan perhatian ke hal lain, seperti boneka yang sedang kita pegang lalu dikenalkan dengan angka-angka. Lebih efektif, gunakan balok-balok yang sedang menjadi perhatiannya sebagai media. Demikian pula dengan anak yang sedang sedih, marah, murung, atau kesal, atasi dulu permasalahannya, baru kemudian memperkenalkannya.
Pada anak yang tidak bisa diam, manfaatkan saja aktivitas lari ke sana-sininya itu. “Lihat ada 3 bantal, satu dekat lemari, satu dekat pintu, dan satu dekat teve. Tolong ambilkan bantal itu satu-satu!” misalnya.
Ketika anak berhasil menyerahkan satu bantal, kita bisa mengucapkan, “Hore, kamu dapat satu bantal, dua bantal, tiga bantal.” Dengan begitu, sambil beraktivitas, kita bisa mengenalkannya dengan angka.
MEMFUNGSIKAN KEMAMPUAN
Menurut Nina, pengenalan angka bisa membuat anak lebih cepat menggunakan olah pikirnya. Ketika melihat gelas di atas meja misalnya, dia akan mencoba untuk menghitung. “Olah pikir anak yang lebih cepat diasah, semakin baik untuk kecerdasannya.”
Sekali lagi Nina menekankan, stimulasi yang tepat jauh lebih penting daripada sekadar merasa bangga melihat kemampuan anak mengenali nama-nama angka. Untuk menjadi cerdas, anak butuh stimulasi yang berkelanjutan agar kecerdasannya bisa berkembang dengan maksimal. Bila anak tidak mendapat stimulasi secara baik, mungkin saja kecerdasannya mandek. Sebaliknya, bagi orang tua yang anaknya sama sekali tidak bisa berhitung di usia ini, jangan langsung berkecil hati, sebab setiap anak memiliki kelebihan masing-masing.
Learn more »

Gaya Belajar Efektif

  Setiap orang pasti mempunyai cara ataugayabelajar yang berbeda-beda. Banyakgayayang bisa dipilih untuk belajar secara efektif. Nah, artikel berikut menjelaskan tujuhgayabelajar yang mungkin beberapa diantaranya bisa di terapkan pada anak didik kita :
1. Belajar dengan kata-kata.
Gayaini bisa kita mulai dengan mengajak seorang teman yang senang bermain dengan bahasa, seperti bercerita dan membaca serta menulis.Gayabelajar ini sangat menyenangkan karena bisa membantu kita mengingat nama, tempat, tanggal, dan hal-hal lainya dengan cara mendengar kemudian menyebutkannya.
2. Belajar dengan pertanyaan.
Bagi sebagian orang, belajar makin efektif dan bermanfaat bila itu dilakukan dengan cara bermian dengan pertanyaan. Misalnya, kita memancing keinginan tahuan dengan berbagai pertanyaan. Setiap kali muncul jawaban, kejar dengan pertanyaan, hingga didapatkan hasil akhir atau kesimpulan.
3. Belajar dengan gambar.
Adasebagian orang yang lebih suka belajar dengan membuat gambar, merancang, melihat gambar, slide, video atau film. Orang yang memiliki kegemaran ini, biasa memiliki kepekaan tertentu dalam menangkap gambar atau warna, peka dalam membuat perubahan, merangkai dan membaca kartu.
4. Belajar dengan musik.
Detak irama, nyanyian, dan mungkin memainkan salah satu instrumen musik, atau selalu mendengarkan musik.Adabanyak orang yang suka mengingat beragam informasi dengan cara mengingat notasi atau melodi musik. Ini yang disebut sebagai ritme hidup. Mereka berusaha mendapatkan informasi terbaru mengenai beragam hal dengan cara mengingat musik atau notasinya yang kemudian bisa membuatnya mencari informasi yang berkaitan dengan itu. Misalnya mendegarkan musik jazz, lalu tergeliik bagaimana lagu itu dibuat, siapa yang membuat, dimana, dan pada saat seperti apa lagu itu muncul. Informasi yang mengiringi lagu itu, bisa saja tak sebatas cerita tentang musik, tapi juga manusia, teknologi, dan situasi sosial politik pada kurun waktu tertentu.
5. Belajar dengan bergerak.
Gerak manusia, menyentuh sambil berbicara dan menggunakan tubuh untuk mengekspresikan gagasan adalah salah satu cara belajar yang menyenangkan. Mereka yang biasanya mudah memahami atau menyerap informasi dengan cara ini adalah kalangan penari, olahragawan. Jadi jika Anda termasuk kelompok yang aktif, tak salah mencoba belajar sambil tetap melakukan beragam aktivitas menyenangkan seperti menari atau berolahraga.
6. Belajar dengan bersosialisasi.
Bergabung dan membaur dengan orang lain adalah cara terbaik mendapat informasi dan belajar secara cepat. Dengan berkumpul, kita bisa menyerap berbagai informasi terbaru secara cepat dan mudah memahaminya. Dan biasanya, informasi yang didapat dengan cara ini, akan lebih lama terekam dalam ingatan.
7. Belajar dengan Kesendirian.
Adasebagian orang yang gemar melakukan segala sesuatunya, termasuk belajar dengan menyepi. Untuk mereka yang seperti ini, biasanya suka tempat yang tenang dan ruang yang terjaga privasinya. Jika Anda termasuk yang seperti ini, maka memiliki kamar pribadi akan sangat membantu Anda bisa belajar secara mandiri
Learn more »

Bagaimana Memilih Nursery School?

Di Indonesia terutama di Mataram  sudah banyak sekali preschool yang bertaraf internasional dengan kurikulum internasional pula, atau pun preschool lokal yang menggabungkan kurikulum lokal dengan internasional. Berbagai pilihan ini sering membuat orang tua bingung untuk menentukan mana yang terbaik dan tepat bagi anaknya. Berbagai preschool tersebut masing-masing mempunyai titik berat yang berbeda-beda sehingga semakin menyulitkan orang tua untuk mengambil pilihan, misalnya ada preschool yang lebih mengutamakan pengembangan kemampuan sosial, menyediakan alat-alat untuk melatih ketrampilan fisik serta perkembangan kognitif, sementara preschool yang lain lebih menitik beratkan untuk memacu perkembangan kognitif dan akademik. Di bawah ini terdapat beberapa panduan bagi Anda para orang tua yang bisa menjadi bahan pertimbangan dalam memutuskan preschool mana yang paling sesuai dan paling baik.
  1. Carilah informasi dari teman-teman Anda yang menyekolahkan anaknya di berbagai preschool, tanyakan situasi dan kondisi sesuai dengan pengalaman mereka masing-masing.
  2. Kunjungi sekolah-sekolah sekurangnya 2 kali, pertama sendiri dan berikutnya membawa serta anak Anda untuk melihat reaksi dan meminta pendapatnya
  3. Bertemulah dengan guru beserta asistennya yang mungkin akan mendampingi anak Anda
  4. Cobalah menilai, apakah para staf di sekolah tersebut memang benar-benar ditangani orang-orang yang profesional, terlatih bahkan punya latar belakang pendidikan seputar pendidikan anak
  5. Temukanlah tujuan dari program sekolah yang sedang Anda selidiki, apakah penekanannya terdapat pada pengembangan sosial atau kah akademik untuk kemudian menyesuaikan dengan kebutuhan anak Anda
  6. Selidikilah cara-cara yang dipergunakan oleh para guru di sekolah itu dalam menerapkan dan menanamkan kedisiplinan terhadap anak-anak asuhannya
  7. Perhatikan bagaimana interaksi sosial dan komunikasi yang terjalin antara guru dengan murid, dan antara murid dengan sesamanya
  8. Perhatikan pula, apakah sekolah tersebut mempunyai fasilitas yang memadai, mempunyai arena dan peralatan bermain yang memadai, mempunyai toilet yang memadai dan dijaga kebersihannya, serta hal-hal lain yang menyangkut lingkungan serta sarana
  9. Pilihlah sekolah yang menawarkan program-program yang konsisten dan selaras dengan nilai-nilai yang ditanamkan di dalam keluarga Anda
  10. Pilihlah sekolah yang sesuai dengan keadaan keuangan rumah tangga Anda, karena kalau terlalu dipaksakan juga malah akan menjadi beban tersendiri dan menjadikan problem yang hanya akan mendatangkan stress bagi Anda dan pasangan
  11. Pilihlah sekolah yang lokasi dan jaraknya sesuai dengan keadaan di kota Anda, jangan sampai menyulitkan si anak atau pun membutuhkan ekstra biaya, waktu atau tenaga hanya untuk menempuh perjalanan pulang pergi ke sekolah
Learn more »