DETEKSI DINI GEJALA-GEJALA HIPERAKTIFITAS PADA ANAK

PENDAHULUAN
Definisi hiperaktifitas oleh National Medical Series (1996) adalah suatu peningkatan aktifitas motorik hingga pada tingkatan tertentu yang menyebabkan gangguan perilaku yang terjadi, setidaknya pada dua tempat dan suasana yang berbeda1).
Per definisi ‘hiperaktifitas’, oleh Larry B Silver. dikatakan sebagai “aktifitas anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan” yang ditandai dengan gangguan perasaan gelisah, selalu menggerak-gerakkan jari-jari tangan, kaki, pensil, tidak dapat duduk dengan tenang dan selalu meninggalkan tempat duduknya meskipun pada saat dimana dia seharusnya duduk degan tenang2).
Gangguan hiperaktif merupakan salah satu kelainan yang sering dijumpai pada kasus-kasus psikiatri anak, dan pada tahun-tahun terakhir dikatakan bahwa gangguan hiperaktif menjadi topik yang hangat dan menjadi perhatian luas di masyarakat3),.
American Psychiatric Association (1994) menyatakan bahwa prevalensi terjadinya hiperaktifitas sangat bervariasi, hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam batasan dan kriteria hiperaktifitas pada anakyang sangat tergantung dari latar belakang dan lingkungan sekitarnya4). Hal ini diperkuat dengan pernyataan dalam ‘Nelson Textbook of Pediatrics’ edisi ke-16 (2000), dikatakan bahwa prevalensi terjadinya Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), dimana hiperaktifitas merupakan bagian terbesar, sangat tergantung dari definisi yang dipakai dalam menentukan seorang anak mengalami gangguan ADHD5) Diagnosis and Statistic Manual (DSM IV) menyebutkan prevalensi kejadian ADHD pada anak usia sekolah berkisar antara 3 hingga 5 persen. Dengan rasio kejadian antara laki-laki dan perempuan 4:1 secara epidemiologis, namun secara klinis 9:1 5).
Sasanti Yuniar (1992), menyebutkan bahwa angka prevalensi hiperaktifitas di Indonesia belum diketahui, namun diyakini bahwa di masyarakat kasus ini cukup banyak, terbukti dari banyaknya kunjungan orang tua ke dokter psikiatri dengan keluhan anaknya menderita hiperaktifitas. Terkadang seorang anak hanya dianggap ‘nakal’ atau ‘bandel’ dan ‘bodoh’, sehingga seringkali tidak ditangani secara benar, seperti dengan kekerasan yang dilakukan oleh orang tua dan guru akibat dari kurangnya pengertian dan pemahaman tentang hiperaktifitas6).
Tom Lissauer dan Graham Clayden (2001) menyatakan dalam bukunya ‘Illustrated Textbook of Paediatrics’ edisi ke-2, bahwa temperamen seorang anak digambarkan sebagai suatu karakteristik yang hidup dan dinamis, meski terkadang pada seorang anak lebih dinamis dari pada lainnya. Bila terjadi peningkatan aktifitas motorik yang berlebihan pada seorang anak dibandingkan anak lain sebayanya, maka sering kali ‘si-anak’ dikeluhkan sebagai hiperaktif oleh orang tuanya. Penilaian semacam ini sangat subyektif dan tergantung dari standar yang dipakai oleh orang tua dalam menilai tingkat aktifitas normal seorang anak. Anggapan bahwa si-anak ‘hiperaktif’ mungkin tidak tepat jika hanya karena si-anak menunjukkan tanda-tanda ‘nakal’ dan ‘bikin ribut’ pada saat tertentu tetapi secara keseluruhan menunjukkan aktifitas yang normal. Dalam hal ‘anak-ini’ justru kepada orang tuanya yang harus diberikan pengertian dan pengetahuan tentang bagaimana membimbing dan mengarahkan secara benar seorang anak dengan pola perilaku yang ‘menurut orang tua’ berlebihan 7).
Eric Tailor (1989) mengatakan bahwa kata ‘hiperaktifitas’ merupakan suatu terminologi yang mencakup beberapa kelainan perilaku meliputi: perasaan gelisah, gangguan perhatian, perasaan yang meletup-letup, aktifitas yang berlebihan, suka membuat keributan, membangkang dan destruktif yang menetap. Hal ini sering kali dikeluhkan oleh orang tua dan guru, dan menjadi alasan sehingga si anak dirujuk untuk mendapatkan pendidikan, pengasuhan dan penanganan secara khusus 8).
Dokter sebaiknya melakukan anamnesa terhadap orang tua dan guru, guna mengevaluasi perkembangan dan mengarahkan pola pendidikan dan pengasuhan anak dengan hiperaktif bila dapat dilakukan deteksi dini dan penatalaksanaan pada tahap awal 9).
Tujuan penulisan: Untuk memberikan gambaran sederhana guna mengetahui apakah seorang anak mengalami gangguan hiperaktifitas atau tidak, sehingga dapat diberikan terapi secara lebih dini agar terhindar dari komplikasi yang dapat terjadi.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS HIPERAKTIFITAS
Penyebab pasti hiperaktifitas pada anak tidak dapat disebutkan dengan jelas, dikatakan pada beberapa referensi bahwa penyebab terjadinya hiperaktifitas bersifat multi faktorial dimulai dari faktor genetik, perkembangan otak saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, tingkat kecerdasan (IQ), terjadinya disfungsi metabolisme, ketidak teraturan hormonal, lingkungan fisik, sosial dan pola pengasuhan anak oleh orang tua, guru dan orang-orang yang berpengaruh di sekitarnya5).
Waechter (1979) mengungkapkan adanya dua kelompok pendapat mengenai etiologi hyperkinesis (sub bagian dari hiperaktifitas). Pendapat pertama mempertahankan adanya dasar organik, sedangkan pendapat kedua menganggap faktor lingkungan sebagai dasar utama. Pendekatan pertama meliputi pandangan bahwa hiperkinesis bersumber pada terjadinya kerusakan minimal otak, ketidak-seimbangan biokimiawi, dan faktor genetik yang diturunkan. Pendekatan kedua meliputi pandangan bahwa hiperkinesis dapat disebabkan oleh diet yang salah, faktor lingkungan keluarga, pola pengasuhan, maupun keadaan internal anak itu sendiri 6).
Varley CK. (1984) merangkum berbagai teori tentang hubungan antara diet dengan gejala Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Disebutkan antara lain tentang teori megavitamin dan ortomolecular sebagai terapinya, teori tentang alergi terhadap makanan, teori feingold yang menduga bahwa salisilat mempunyai efek kurang baik terhadap tingkah laku anak, serta teori bahwa gula merupakan substansi yang merangsang hiperaktifitas pada anak. Tampaknya teori ini semakin ditinggalkan dalam penanganan ADHD 6).
Cantwell DP. (1984); Kaplan and Sadock (1988) mengemukakan teori lain, yakni teori maturation lack atau developmental delay yaitu adanya suatu kelambanan dalam proses perkembangan anak-anak dengan ADHD.   Menurut pandangan ini, anak-anak tersebut akhirnya dapat mengejar ‘keterlambatan’-nya dan keadaan ini dipostulasikan akan terjadi sekitar usia pubertas, hal ini berarti gejala ADHD tidak menetap tetapi hanya sementara sebelum ‘keterlambatan’ yang terjadi dapat dikejar. 6)
Dianne EP dan Sally WO (1998) 10) serta Tom Lissauer dan Graham Clayden (2001) 11) berpendapat bahwa hiperaktifitas meskipun dapat timbul pada usia dini namun gejalanya akan tampak nyata pada saat mulai sekolah. Faktor genetik memegang peranan terbesar terjadinya hiperaktifitas, disamping kemungkinan adanya disfungsi sirkuit neuron di otak yang dipengaruhi oleh dopamin sebagai neurotransmitter pencetus gerakan dan sebagai kontrol aktifitas diri. Charles Wenar (1994) menambahkan, penyebab hiperaktifitas akibat gangguan otak yang minimal, yang menyebabkan terjadinya hambatan pada sistem kontrol perilaku anak. Dikatakan pula bahwa angka kejadian hiperaktifitas pada anak laki-laki lebih sering dibandingkan dengan perempuan12).
Florence Levy (1997)menyatakan bahwa teori penyebab hiperaktif berkembang seiring dengan perkembangan teknologi pencitraan otak. Gambaran yang tampak adalah terjadinya disfungsi regio prefrontal dan striae subcortical yang mengimplikasikan terjadinya hambatan terhadap respon-respon yang tidak relefan dan fungsi-fungsi tertentu13).
National Institute of Mental Health/NIMH (2003) menyatakan bahwa dalam beberapa penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa hiperaktifitas yang terjadi pada seorang anak selalu disertai adanya riwayat gangguan yang sama dalam keluarga setidaknya satu orang dalam keluarga dekat. Ditemukan pula sepertiga ayah penderita hiperaktif juga menderita gangguan yang sama pada masa kanak-kanak mereka. Hal ini cukup memberikan bukti adanya faktor genetik yang berperan besar dalam terjadinya hiperaktifitas pada anak.   Florence Levy (1997) 13) menambahkan, bahwa telah dilakukan penelitian terhadap anak kembar yang ternyata menunjukkan gejala-gejala yang sama, hal ini mengisyaratkan juga adanya faktor genetik yang berperan dalam kelainan ini 3).
Maurice W. dan Laufer (1973) menyebutkan penyebab terjadinya hiperaktifitas adalah adanya ‘brain damage’ yang diakibatkan oleh trauma primer dan trauma yang berulang pada tempat yang sama (invariable). Kedua teori ini layak dipertimbangkan sebagai penyebab terjadinya syndrome hiperaktifitas yang oleh penulis dibagi dalam tiga kelompok 14):
-         Pertama, terjadinya kelainan perkembangan yang ditandai dengan penyimpangan struktural dari bentuk normal oleh karena sebab yang bermacam-macam selain oleh karena trauma.
-         Kedua, kerusakan (damage) susunan saraf pusat (SSP) secara anatomis seperti halnya yang disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan hipoksia.
-         Ketiga, terjadinya malfungsi tanpa disertai perubahan struktur dan anatomis yang jelas, menyebabkan terjadinya hambatan stimulus atau justru timbulnya stimulus yang berlebihan yang menyebabkan penyimpangan yang signifikan dalam perkembangan hubungan anak dengan orang tua dan lingkungan sekitarnya.
Merujuk pada kemungkinan terjadinya disfungsi Susunan saraf pusat (SSP) sebagai penyebab terjadinya hiperaktifitas, sesuai runtutan perkembangannya adalah:
-         Dalam masa prenatal, disfungsi SSP disebabkan oleh gangguan metabolik, genetik, infeksi, intoksikasi, dan faktor psikogenik.
-         Pada masa perinatal, disebabkan oleh: prematuritas, post date, hambatan persalinan, induksi persalinan, kelainan letak (presentasi bayi), efek samping terapi, depresi sistem immun dan trauma saat kelahiran normal.
-         Masa kanak-kanak (balita) dikarenakan: infeksi, trauma, terapi medikasi, keracunan, gangguan metabolik, gangguan vaskuler, faktor kejiwaan, keganasan dan terjadinya kejang 14).
National medical series/NMS (1996) menyebutkan beberapa penyebab terjadinya hiperaktifitas pada anak yang terdiri dari 1) :
-         Pemberian obat-obatan (golongan sedatif-hipnotik yang justru menyebabkan hiperaktifitas pada beberapa anak).
-         Depressi (perasaan yang tidak nyaman yang dimanifestasikan dalam bentuk hiperaktifitas).
-         Penyakit yang berhubungan dengan SSP (trauma kapitis, infeksi hipoksia, dll)
-         Hiperaktifitas konstitusional (kelainan kongenital/bawaan)
-         Kekangan dari orangtua, guru atau orang lain yang berpengaruh (hiperaktifitas palsu, sebagai pelampiasan)
-         Ketidakmampuan mempelajari sesuatu
-         Gangguan bicara, dan
-         Tourette disorder (latah)
Dari sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh Child development institute pada tahun 1998, dikatakan bahwa beberapa hal diduga menjadi penyebab terjadinya gangguan pengendalian aktifitas diri, adalah 15) :
-         Immaturitas dan perkembangan kejiwaan yang lambat
-         Kesulitan belajar
-         Perasaan gelisah
-         Depressi
-         Hipotiroid
-         Kurang motifasi
-         Gangguan tidur
-         Kurang gizi, dan
-         Kecenderungan menghindari tantangan.
NIMH (1996)dalam buku yang diterbitkan dengan judul ADHD menyebutkan bahwa ADHD tidak disebabkan oleh 16) :
-         Kebiasaan nonton TV  terlalu lama
-         Alergi makanan tertentu
-         Kelebihan mengonsumsi gula
-         Kurangnya interaksi kehidupan keluarga
-         Rendahnya hubungan interaksi di sekolah

GEJALA-GEJALA HIPERAKTIFITAS
Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Child Development Institute 15) pada tahun 2003 dikatakan bahwa pola perhatian anak terhadap suatu hal terbagi menjadi tiga tingkatan:
-         Pertama, over exklusif dimana seorang anak hanya terfokus pada sesuatu yang menarik perhatiannya tanpa mempedulikan hal lain secara ekstrem (misalnya pada bayi yang sedang memperhatikan kancing bajunya dan tidak mempedulikan rangsangan lain), pola ini disebut autisme.
-         Kedua, fokus perhatian anak mudah teralihkan (hanya mampu bertahan beberapa saat saja) oleh suatu rangsangan lain yang mungkin tidak adekuat, hal ini dinamakan kesulitan perhatian (attention deficit hyperactivity disorder).
-         Ketiga, adalah pola yang paling baik karena anak mampu memperhatikan sesuatu dan mengalihkannya terhadap yang lain pada saat yang tepat tanpa kehilangan daya konsentrasi, pola ini merupakan pola normal perkembangan mental anak secara matang.
Eric Taylor (1989) menyatakan bahwa kriteria inklusi dalam diagnosis hiperaktifitas sangat luas, jika hanya didasarkan pada diskipsi satu orang (pemeriksa) saja, tentu mengandung nilai kebenaran prediksi yang rendah, dan termasuk dugaan penyebab secara biologis terjadinya hiperaktifitas yang terlalu sederhana. Diagnosis hiperaktifitas akan bermakna bila dibuat dengan mengetahui pula tingkat perkembangan afektif penderita8).
Pada tahun 1996 NIMH menyebutkan beberapa gejala utama hiperaktifitas: 16): Perasaan gelisah, selalu menggerakkan tangan dan kaki tanpa maksud tertentu, terburu-buru, tidak bisa duduk dengan tenang, menjawab pertanyaan yang belum selesai ditanyakan dan tidak sabaran menunggu giliran.
James M. Perrin dkk17). menyatakan bahwa hiperaktifitas (sebagai bagian dari ADHD) adalah kelainan perilaku yang bersifat neurologis tersering yang terjadi pada masa kanak-kanak, dan merupakan suatu bentuk kelainan perilaku dengan jumlah kejadian gangguan afektif yang bersifat kronis terbanyak pada anak-anak usia sekolah. Pengelompokan ADHD merujuk gejala yang paling menonjol yang terjadi meliputi kurang perhatian, hiperaktifitas (bagian terbesar) dan impulsifitas.  Anak-anak dengan ADHD biasanya juga disertai dengan berbagai kendala fungsional lainnya, seperti rendahnya kemampuan akademis di sekolah, problem hubungan interpersonal baik dengan keluarga atau dengan lingkungan di sekitarnya (teman sepermainan) dan cenderung kurang percaya diri (minder), hal ini dapat berlanjut hingga masa remaja bahkan saat dewasa.
Dalam PPDGJ III18), Hiperaktif dikelompokkan kedalam gangguan hiperkinetik (F90), memiliki ciri sebagai berikut: onset dini, suatu kombinasi perilaku terlalu aktif, perilaku kurang bermodulasi dengan ditandai sangat kurangnya perhatian serta ketekunan dalam melakukan tugas, dan ciri perilaku ini mewarnai pelbagai situsi dan menetap.
Tom Lissauer dan Graham Clayden (2001), pada kelainan hiperaktif, anak menunjukkan tanda-tanda aktifitas yang berlebihan pada semua tempat dan situasi yang disertai terjadinya kesulitan berkonsentrasi, mudah teralihkan perhatiannya dan menunjukkan tanda-tanda destruktif 11).
Nelson textbook edisi ke-16 tahun 2000 menyatakan bahwa hiperaktifitas seorang anak dimulai sejak usia kurang dari 5 tahun dengan kriteria-kriteria bila dijumpai gangguan5) :
-         Selalu mengacau (tidak bisa diam)
-         Tidak bisa duduk dengan tenang meski dalam suasana yang menghendaki dia tetap tenang
-         Selalu tergesa-gesa
-         Bila bermain tidak bisa tenang
-         Bila mengendarai kendraan selalu ngebut, dan
-         Banyak omong
National Institute of Mental Health (2003), Gangguan hiperaktif merupakan salah satu kelainan yang sering dijumpai pada kasus-kasus psikiatri anak, yang ditandai dengan: kurangnya perhatian pada satu bentuk kegiatan tertentu, tidak dapat duduk dengan tenang, bergerak tanpa arah dan tujuan, dan tidak pernah menyelesaikan suatu pekerjaan dengan tuntas.   Jika tidak tertangani dengan segera akan berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan dalam bersosialisasi serta kemampuan menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.   Dalam perkembangannya seorang anak dengan kelaianin ini akan terjadi depresi, rendah diri dan beberapa masalah emosi yang tidak terkendali 3).
NMS (1996) memberikan batasan kriteria hiperaktif bila ditemukan gejala-gejala : gelisah atau suka membuat keributan, tidak bisa duduk tenang, perkembangan aktifitas yang berlebihan, tidak bisa diam dan banyak omong1).
Charles Wenar (1994)menyebutkan bahwa anak dengan kelainan hiperaktif dalam aktifitas sehari-hari (24 jam) lebih tinggi dibandingkan dengan anak normal bahkan saat tidur sekalipun, gejala hiperaktif yang muncul sangat dipengaruhi (tergantung) oleh situasi dan kondisi yang berlaku yang dihadapi. Pada anak ini menunjukkan perilaku yang berlebihan dalam menjalankan tugas/pekerjaannya, tidak bisa duduk dengan tenang, sering menggerak-gerakkan tangan dan kaki di saat duduk meski tanpa tujuan tertentu.   Tetapi dikatakan bahwa perilaku ini berangsur berkurang dengan bertambahnya umur12).
Data dari NIMH (2001), menyebutkan beberapa hal yang berhubungan dengan ADHD 3) :
-         Diperkirakan diderita 4,1 persen anak usia 9 hingga 17 tahun selama periode 6 bulan.
-         Laki-laki lebih sering 2 sampai 3 kali dari pada perempuan
-         Anak dengan ADHD lebih sering mengalami trauma dibandingkan dengan anak normal.
-         ADHD sering disertai dengan terjadinya gangguan depresi, gangguan kecemasan, gangguan hubungan personal, ketergantungan obat dan perilaku anti sosial.
-         Gejala-gejala ADHD biasanya ditemukan pada usia prasekolah atau sekolah dasar dan menetap hingga remaja bahkan terkadang berlanjut hingga dewasa. 3)
The American Academy of Child and Adolescent Psychiatry (AACAP) No. 6 yang diterbitkan pada Mei 1999, dikatakan bahwa pada anak normal seringkali menunjukkan tanda-tanda: kurang perhatian, mudah teralihkan perhatiannya, emosi yang meledak-ledak bahkan aktifitas yang berlebihan. Hanya saja pada anak dengan kelainan hiperaktif, gejala-gejala ini lebih sering muncul dan lebih berat kualitasnya dibandingkan anak normal seusianya. Kelainan hiperaktif didapatkan pada 3 hingga 5 persen anak usia sekolah dan muncul pertama kali pada usia dibawah 7 tahun dan akan terus berlanjut hingga dewasa. Predisposisi kelainan ini adalah 25 persen pada keluarga dengan orang tua yang membakat19).
AACP 19)  memberikan batasan kriteria hiperaktifitas yang cenderung berbaur dengan kriteria ADHD yakni:
-         Gangguan perhatian
-         Terfokus pada satu hal saja dan cenderung bertindak ceroboh
-         Mudah bingung
-         Lupa pelajaran sekolah dan tugas di rumah
-         Kesulitan mengerjakan tugas di sekolah maupun di rumah
-         Kesulitan dalam menyimak
-         Kesulitan dalam menjalankan beberapa perintah
-         Sering keceplosan bicara
-         Tidak sabaran
-         Gaduh dan bicara berbelit-belit
-         Gelisah dan bertindak berlebihan
-         Terburu-buru
-         Banyak omong dan suka membuat keributan, dan
-         Suka memotong pembicaraan dan ikut campur pembicaraan orang lain

PENILAIAN (ASSESSMENT)
Charles J. Homer, dkk (1999-2000) menyatakan kriteria diagnostik hiperaktifitas adalah ditemukannya 6 gejala atau lebih yang menetap setidaknya selama 6 bulan. Gejala yang sering muncul pada kelainan hiperaktif adalah 20):
-         Selalu menggerak-gerakkan tangan dan kaki atau tidak bisa diam saat duduk
-         Tidak mampu duduk lama dan sering kali meninggalkan tempat duduk baik di kelas (saat pelajaran) ataupun saat lain yang seharusnya tetap duduk.
-         Selalu terburu-buru dan bereaksi berlebihan terhadap suatu kondisi tertentu yang seharusnya dapat dihadapi dengan tenang (pada remaja/dewasa kodisi ini terbatas pada alur pikir dan perasaan)
-         Tidak bisa bekerja dengan tenang dan perlahan.
-         Selalu terburu-buru dan sering ngebut bila mengemudi.
-         Selalu bicara berlebihan
-         Selalu menjawab pertanyaan secara berlebihan (sering keceplosan) bahkan sebelum penanya menyelesaikan pertanyaan.
-         Tidak mampu menunggu dengan tenang, dan
-         Selalu menyela setiap pembicaraan dan suka turut campur.
Gejala-gejala diatas biasanya timbul sebelum umur 7 tahun, dialami pada 2 atau lebih suasana yang berbeda (di sekolah, di rumah atau di klinik dll), disertai adanya hambatan yang secara signifikan dalam kehidupan sosial, prestasi akademik dan sering salah dalam menempatkan sesuatu, serta dapat pula timbul bersamaan dengan terjadinya kelainan perkembangan, skizofrenia atau kelainan psikotik lainnya20).
Tom Lissauer dan Graham Clayden (2001)menyatakan bahwa pada anak dengan hiperaktif terjadi disorganisasi afektif, penurunan kontrol diri dan aktifitas yang berlebihan secara nyata.   Mereka biasanya bertindak ‘nekat’ dan impulsif, kurang sopan, dan suka menyela pembicaraan serta mencampuri urusan orang lain.   Sering kurang memperhatikan, tidak mampu berkonsentrasi dan sering tidak tuntas dalam mengerjakan sesuatu serta berusaha menghindari pekerjaan yang membutuhkan daya konsentrasi tinggi, tidak menghiraukan mainan atau sesuatu miliknya, mudah marah, sulit bergaul dan sering tidak disukai teman sebayanya.   Tidak jarang mereka dengan kelainan ini disertai adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan, tetapi tidak didapatkan kelainan otak yang spesifik.   Pada umumnya prestasi akademik mereka tergolong rendah dan minder.   Mereka sering menunjukkan tidakan anti sosial dengan berbagai alasan sehingga orangtua, guru dan lingkungannya memperlakukan dengan tidak tepat dan tidak menyelesaikan masalah 11).
F. Xavier Castellanos 21) , telah mengadakan riset dengan memperbandingkan gambaran MRI antara anak dengan ADHD dan anak normal, ternyata menghasilkan gambaran yang berbeda, dimana pada anak dengan ADHD memiliki gambaran otak yang lebih simetris dibandingkan anak normal yang pada umumnya otak kanan lebih besar dibandingkan otak kiri.
Dengan pemeriksaan radiologis otak PET (positron emission tomography) didapatkan gambaran bahwa pada anak penderita ADHD dengan gangguan hiperaktif yang lebih dominan didapatkan aktifitas otak yang berlebihan dibandingkan anak yang normal dengan mengukur kadar gula (sebagai sumber energi utama aktifitas otak) yang didapatkan perbedaan yang signifikan antara penderita hiperaktif dan anak normal.
Peter Hill (1998) menyatakan bahwa diagnosa hiperaktifitas tidak dapat dibuat hanya berdasarkan informasi sepihak dari orang tua penderita saja tetapi setidaknya informasi dari sekolah, serta penderita harus dilakukan pemeriksaan meskipun saat pemeriksaan penderita tidak menunjukkan tanda-tanda hiperaktif, dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi saat pemeriksaan dan kemungkinan hal lain yang mungkin mejadi pemicu terjadinya hiperaktifitas. Pada beberapa kasus bahkan membutuhkan pemeriksaan psikometrik dan evaluasi pendidikan. Hingga saat ini belum ada suatu standard pemeriksaan fisik dan psikologis untuk hiperaktifitas. Ini berarti pemeriksaan klinis haruslah dilakukan dengan sangat teliti meskipun belum ditemukan hubungan yang jelas antara jenis pemeriksaan yang dilakukan dengan proses terjadinya hiperasktifitas.   Beragam kuesioner dapat disusun untuk membantu mendiagnosa, namun yang terpenting adalah perhatian yang besar dan pemeriksaan yang terus-menerus, karena tidak mungkin diagnosa ditegakkan hanya dalam satu kali pemeriksaan22).
Bila didapatkan seorang anak dengan usia 6 hingga 12 tahun yang menunjukkan tanda-tanda hiperaktif dengan prestasi akademik yang rendah dan kelainan perilaku, seorang dokter umum semestinya berinisiatif melakukan evaluasi awal kemungkinan adanya hiperaktifitas4).
Mark A. Stewart (1970),gejala awal hiperaktifitas anak muncul pertama kali pada usia 2 tahun yang kemudian berkembang menjadi pola perilaku yang berbeda dibandingkan dengan anak seusianya.   Steward juga mencatat proporsi tertinggi terjadinya hiperaktif pada anak yang mengalami keracunan pada masa awal kanak-kanak dan pada anak dengan ayah dengan gangguan gelisah dan temperamental23).
Margaret Weiss dan Candice Murray (2003)melakukan scoring terhadap gejala ADHD yang muncul dan menetap selama 6 bulan guna melakukan assesmen dan penegakan diagnosis24) (0=tidak pernah; 1=kadang-kadang; 2=sering; 3=selalu)
(1) Inattention
-         Tidak memperhatikan pekerjaan yang sedang dilakukan atau sering bertindak ceroboh
-         Kesulitan dalam menjalankan tugas
-         Kesulitan dalam mengikuti instruksi verbal
-         Tidak menyelesaikan pekerjaan
-         Kesulitan dalam mengatur sesuatu
-         Menghindari pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi tinggi
-         Meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya
-         Mudah mengacau
-         Pelupa
(2) Hyperactivity–impulsivity
-         Menggerak-gerakkan tangan dan kaki yang tidak berarti
-         Susah duduk tenang
-         Merasa kelelahan dan gemetaran
-         Tidak dapat bekerja dengan tenang
-         Selalu terburu-buru
-         Banyak omong
-         Bertindah tanpa berfikir
-         Tidak mampu menunggu
-         Sering menyela pembicaraan
Diagnosis ADHD ditegakkan bila seluruh kriteria dapat dipenuhi meliputi (modifikasi dari diagnosis DSM-IV):
A.     Enam atau lebih gejala diatas baik (1) atau (2) dengan jawaban sering atau selalu dan menetap selama 6 bulan.
B.     Beberapa gejala (1) dan (2) timbul pada saat masa kanak-kanak
C.     Gejala-gejala tersebut timbul pada sedikitnya 2 tempat yang berbeda ( di sekolah, di rumah dll).
D.     Gejala-gejala tersebut secara signifikan berpengaruh terhadap hendaya sosial, prestasi akademik dan salah menempatkan sesuatu pada tempatnya.
E.      Gejala-gejala ini tidak berdiri sendiri tapi dapat terkait dan muncul bersamaan dengan terjadinya gangguan mental lainnya.
Kiki D. Chang (2003) mengelompokkan ADHD dalam 3 tipe 25) :1) predominan hiperaktif, 2) predominantly inattentif, dan 3) kombinasi keduanya.   Kriteria dalam DSM IV:
- Gangguan perhatian (Inattention): harus ditemukan sedikitnya 6 gejala gangguan perhatian yang menetap selama lebih dari 6 bulan yang disertai gangguan adaptasi dan tahapan perkembangan normalnya:
-         Tidak mampu memperhatikan secara seksama dan cenderung ceroboh dalam melakukan tugas sekolah, pekerjaan dan aktifitas lainnya.
-         Mengalami kesulitan berkonsentrasi dalam melaksanakan suatu pekerjaan ataupun permainan.
-         Tidak mengacuhkan pembicaraan lawan bicaranya.
-         Tidak mematuhi instruksi dan gagal dalam menyelesaikan tugas yang harus dikerjakannya (tetapi penderita dapat memahami/mengerti instruksi yang diberikan)
-         Kesulitan dalam mengatur pelaksanaan tugas yang diterima dan berbagai kegiatan yang dilakukan.
-         Menghindari tugas/pekerjaan yang tidak disuksai terutama pekerjaan yang menimbulkan suatu tantangan.
-         Sering kehilangan sesuatu yang sebenarnya sangat dibutuhkan dalam melaksanakan tugasnya (pensil, buku, mainan, dll)
-         Mudah teralihkan perhatian oleh berbagai rangsangan dari luar
-         Mudah lupa bahkan terhadap kegiatan rutin
- Hiperaktifitas/impulsifitas-dikatakan bila didapatkan sedikitnya 4 gejala yang menetap selama 6 bulan yang menunjukkan gangguan adaptasi dan tahapan perkembangan meliputi:
-         Hiperaktifitas ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang tidak bermakna tangan dan kaki di saat duduk yang seharusnya dapat tenang
-         Hiperaktifitas ditandai dengan adanya sering meninggalkan tempat duduk baik di dalam kelas atau pada situasi yang lain dimana mengharuskan tetap duduk dengan tenang
-         Hiperaktifitas ditandai dengan adanya selalu terburu-buru dalam melakukan semua pekerjaan (pada masa remaja dan dewasa biasanya terbatas pada pola berpoikir dan menunjukkan tanda-tanda kegelisahan)
-         Hiperaktifitas ditandai dengan adanya kesulitan untuk bermain atau melakukan kegiatan/pekerjaan dengan tenang
-         Impulsifitas ditandai sering kali keceplosan dalam menjawab pertanyaan dan cenderung terburu-buru sebelum selesai pertanyaan yang ditanyakan
-         Impulsifitas ditandai dengan adanya ketidak mampuan untuk menunggu giliran baik permainan maupun dalam suasana yang lain.
-         Gejala muncul pertama kali pada umur kurang dari 7 tahun
-         Gejala-gejala ini harus ditemukan pada 2 atau lebih suasana yang berbeda
-         Gangguan-gangguan diatas menyebabkan terjadinya hendaya dalam kehidupan sosial, prestasi akademik dan penempatan diri dalam lingkungan
-         Gejala gangguan ini dapat pula timbul bersamaan dengan terjadinya kelainan perkembangan, skizofrenia atau kelainan psikotik lainnya
-         Penggolongan dalam DSM-IV dikatakan :
-  314.00 ADHD: tipe predominan inattentive jika didapatkan gejala yang memenuhi kriteria inattention yang menetap selama 6 bulan tanpa sertai gejala yang memenuhi kriteria hiperaktifitas/impulsifitas
-  314.01 ADHD: tipe predominan hiperaktif/impulsif jika didapatkan gejala yang memenuhi kriteria hiperaktifitas/impulsifitas yang menetap selama 6 bulan tanpa sertai gejala yang memenuhi kriteria inattention
- 314.01 ADHD: tipe kombinasi jika didapatkan gejala yang memenuhi kriteria keduanya dan menetap selama 6 bulan
-  314.9 ADHD tipe tidak tergolongkan jika didapatkan kelainan lain yang mengarah pada hiperaktifitas/impulsifitas atau inattention yang tidak didapatkan dalam kriteria DSM-IV
Primary Care (DSM-PC) 4), Child and Adolescent Version, sebagai pedoman penangan awal hiperakifitas pada anak dengan berbagai variasi kelainan aktifitas serta manifestasi gejalanya dapat dilihat pada tabel 1.  dibawah ini (DSM-IV).

Tabel 1.  : Developmental Variation: Impulsive/Hyperactive Behaviors
Developmental Variation Common Developmental Presentations
  Hyperactive/impulsive variation Early childhood
Young children in infancy and in the preschool years are normally very active and impulsive and may need constant supervision to avoid injury. Their constant activity may be stressful to adults who do not have the energy or patience to tolerate the behavior. The child runs in circles, doesn’t stop to rest, may bang into objects or people, and asks questions constantly.
During school years and adolescence, activity may be high in play situations and impulsive behaviors may normally occur, especially in peer pressure situations. Middle childhood
High levels of hyperactive/impulsive behavior do not indicate a problem or disorder if the behavior does not impair function. The child plays active games for long periods.
The child may occasionally do things impulsively, particularly when excited.
Taken from: American Academy of Pediatrics. The Classification of Child and Adolescent Mental Diagnoses in Primary Care. Diagnostic and Statistical Manual for Primary Care (DSM-PC), Child and Adolescent Version. Elk Grove Village, IL: American Academy of Pediatrics; 1996

Anamnesa yang perlu digali kepada penderita atau orang tua penderita dengan hiperaktif yang disertai developmental delay:
Masa Prenatal
-         Apakah ibu penderita pengguna narkoba, perokok atau peminum (alkohol) saat hamil
-         Apakah ada penyulit yang timbul saat kehamilan penderita seperti halnya diabetes, eklamsia, jeratan tali pusat, kelahiran sungsang atau asfiksia?
Masa kanak-kanak
-         Apakah penderita digambarkan sebagai anak yang sangat aktif atau impulsif?
-         Apakah orang tua penderita mengeluhkan tentang kesulitan dalam mengasuh dan mengarahkan penderita?
-         Apakah penderita pernah mengalami kecelakaan hingga harus dirawat di rumah sakit?
-         Apakah penderita pernah mengalami kekerasan secara fisik, verbal, emosi? Atau merasa diterlantarkan?
-         Pernahkan penderita mengalami trauma yang serius, menerima perlakuan kasar atau merasa kehilangan sesuatu selama masa kanak-kanak?
-         Pernahkan penderita sakit saat kanak-kanak?
-         Pernahkan penderita tidak sadar diri (pingsan)?
Masa sekolah
-         Bagaimana prestasi akademik penderita?
-         Pernahkan penderita kuliah? Kemudian Drop Out? Kenapa?
-         Pernahkan penderita tidak naik kelas?
-         Pernahkan penderita menjalani tes psikologi dan dikatan mempunyai hambatan dalam belajar?
-         Pernahkan penderita mendapat perlakukan khusus dalam pelajaran karena ketidakmampuannya?
-         Pernahkan penderita dikeluarkan dari sekolah?
-         Apakah penderita memiliki masalah dengan kemampuan membaca? Aritmatika? Menulis?
-         Pernahkan guru penderita mengeluh bahwa penderita tidak mampu menunjukkan kemampuan yang penderita miliki atau penderita dianggap tidak berusaha keras?
-         Apakah penampilan penderita di sekolah dianggap berubah-rubah dan tidak dapat diprediksi?
Riwayat psikiatri keluarga
Apakah orang tua, penderita atau anak penderita mengalami masalah?
-         ADHD
-         Depresi
-         Gelisah (cemas, ketakutan, merasa malu yang berlebihan menghadapi orang lain, latah)
-         Psykosis (mendengar suara, melihat sesuatu atau ide-ide aneh
-         Tics (pengulangan gerakan atau suara yang tidak terkendali)
-         Kekacauan isi pikiran atau pemabuk
-         Kesukaran belajar
-         Masalah tingkah laku atau melanggar hokum
-         Bunuh diri atau kebiasaan menyakiti diri sendiri.
Guna penyaringan terhadap penderita gangguan ADHD (termasuk di dalamnya hiperaktifitas) Abbreviated Conners’ Teacher Rating Scale yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia terbukti sahih untuk digunakan dan telah di lakukan penelitian guna membuktikan kesahihannya oleh Sasanti Yuniar pada tahun 1990 di sepuluh SD di Jakarta 6).

DIAGNOSIS BANDING
Bonnie Cramond (1995)Menjelaskan secara umum bahwa perbedaan karakteristik antara kreatifitas dan hiperaktifitas hanya terletak pada perbedaan konotasi dan arah dari aktifitas yang dihasilkan. Lebih jauh lagi, Bonnie Cramond (1995) memaparkan bahwa terdapat perbedaan struktural yang diduga berhubungan dengan terjadinya hiperaktifitas dan kreatifitas seorang anak sebagaimana dilaporkan dalam literatur ADHD oleh Hynd, Hern, Voeller, & Marchall (1991) dan literatur tentang kreatifitas oleh Herrmann (1981), Torrance (1984) serta Saw (1992) yang dapat membuktikan adanya perbedaan yang signifikan. Geschwind (1984), menekankan bahwa kreatifitas tidak dapat diyakini hanya dengan gambaran yang tampak pada hemisfer kanan saja tetapi harus ditunjukkan adanya kombinasi kedua hemisfere. Geschwind dan Galaburda (1987) juga mencatat dominasi hemisfere kanan dalam kemampuan orientasi ruang, emosi, dan perhatian. Restak (1993) mencatat koneksitas hemisfere kanan dan kiri yang menghasilkan kreatifitas tertentu, serta adanya peningkatan kreatifitas yang terjadi bersamaan dengan adanya substansi jaringan otak yang mengalami kerusakan. Bachtold (1980) mencurigai perbedaan struktural otak menyebabkan penyimpangan timbulnya ide-ide yang berhubungan dengan pola persepsi yang menghasilkan ide-ide orisinil 26).
Secara umum beberapa hal yang direkomendasikan oleh American Academy of Pediatrics27) tentang penanganan ADHD (didalamnya termasuk hiperaktifitas) adalah:
-         Seorang dokter umum seharusnya sudah dapat mendeteksi secara dini dan sederhana tentang terjadinya gangguan ADHD.
-         Terapi yang diterapkan terhadap penderita ADHD haruslah bersifat komprehensif dan terkoordinir antara dokter, orangtua, guru dan lingkungan yang berpengaruh terhadap penderita.
-         Dokter yang merawat seharusnya melakukan terapi stimulasi dan terapi perilaku secara terpadu guna menjamin keberhasilan terapi, bila dengan pengguanaan obat tunggal dibilai kurang efektif perlu dipertimbangkan pemberian obat secara kombinasi.
-         Bila penatalaksanaan terhadap penderita ADHD mengalami kegagalan (tidak menunjukkan progresifitas), harus segera dilakukan reevaluasi tentang penegakan diagnosis, perencanaan terapi dan berbagai kondisi yang berpengaruh.
-         Dokter yang merawat seharusnya melakukan evaluasi yang berkelanjutan dengan monitoring perkembangan penderita melalui penilaian orang tua, guru dan secara langsung terhadap penderita.

TERAPI
Dengan bertambahnya umur pada seorang anak akan tumbuh rasa tanggung jawab dan kita harus memberikan dorongan yang cukup untuk mereka agar mau belajar mengontrol diri dan mengendalikan aktifitasnya serta kemampuan untuk memperhatikan segala sesuatu yang harus dikuasai, dengan menyuruh mereka untuk membuat daftar tugas dan perencanaan kegiatan yang akan dilakukan sangat membantu dalam upaya mendisiplinkan diri, termasuk didalamnya kegiatan yang cukup menguras tenaga (olah raga dll) agar dalam dirinya tidak tertimbun kelebihan tenaga yang dapat mengacaukan seluruh kegiatan yang harus dilakukan14, 26).
Nasehat untuk orangtua, sebaiknya orang tua selalu mendampingi dan mengarahkan kegiatan yang seharusnya dilakukan si-anak dengan melakukan modifikasi bentuk kegiatan yang menarik minat, sehingga lambat laun dapat mengubah perilaku anak yang menyimpang.
Pola pengasuhan di rumah, anak diajarkan dengan benar dan diberikan pengertian yang benar tentang segala sesuatu yang harus ia kerjakan dan segala sesuatu yang tidak boleh dikerjakan serta memberi kesempatan mereka untuk secara psikis menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan.
Umpan balik, dorongan semangat, dan disiplin, hal ini merupakan pokok dari upaya perbaikan perilaku anak dengan memberikan umpan balik agar anak bersedia melakukan sesuatu dengan benar disertai dengan dorongan semangat dan keyakinan bahwa dia mampu mengerjakan, pada akhirnya bila ia mampu mengerjakannya dengan baik maka harus diberikan penghargaan yang tulus baik berupa pujian atupun hadiah tertentu yang bersifat konstruktif.   Bila hal ini tidak berhasil dan anak menunjukkan tanda-tanda emosi yang tidak terkendali harus segera dihentikan atau dialihkan pada kegiatan lainnya yang lebih ia sukai.
Strategi di tempat umum, terkadang anak justru akan terpicu perlaku distruktifnya di tempat-tempat umum, dalam hal ini berbagai rangsangan yang diterima baik berupa suasana ataupun suatu benda tertantu yang dapat membangkitkan perilaku hiperaktif / destruktif haruslah dihindarkan dan dicegah, untuk itu orang tua dan guru harus mengetahui hal-hal apa yang yang dapat memicu perilaku tersebut.
Modifikasi perilaku, merupakan pola penanganan yang paling efektif dengan pendekatan positif dan dapat menghindarkan anak dari perasaan frustrasi, marah, dan berkecil hati menjadi suatu perasaan yang penuh percaya diri.
Dibawah ini  dapat dilihat berbagai teknik terapi perilaku yang efektifbeserta contoh aktifitas, yang diambil dari jurnal Pediatrics Vol. 108 No. 4. Tahun  2001. yang dikeluarkan oleh American academy of pediatrics.
Tabel 2. Effective Behavioral Techniques for Children With Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder 27)
Technique
Description
Example
Positive reinforcement Providing rewards or privileges contingent reinforcement on the child’s performance. Child completes an assignment and is permitted to play on the computer
Time-out Removing access to positive reinforcement contingent on performance of unwanted problem behavior. Child hits sibling impulsively and is required to sit 5 minutes in the corner of the room.
Response cost Withdrawing rewards or privileges contingent on the performance of unwanted or problem behavior. Child loses free time privileges for not completing homework.
Token economy Combining positive reinforcement And response cost. The child earns rewards and privileges contingent on performing desired behaviors and loses the rewards and stars at the end of the week for a prize. Child earns stars for completing assignments and loses stars for getting out of seat. The child cashes in the sum of privileges based on undesirable behavior.

Terapi medikasi, bagian lain pola penanganan hiperaktif dengan pemberian obat-obatan, tetapi harus diingat bahwa pola ini hanya sebagai penunjang dan sebagai kontrol terhadap kemungkinan timbulnya impuls-impuls hiperaktif yang tidak terkendali.   Beberapa obat yang dipergunakan:
Methylphenidate, merupakan obat yang paling sering dipergunakan, meskipun sebenarnya obat ini termasuk golongan stimulan, tetapi pada ksus hiperaktif sering kali justru menyebabkan ketenangan bagi pemakainanya.
Selain methylphenidate juga dipakai Ritalin dalam bentuk tablet, memilki efek terapi yang cepat, setidaknya untuk 3-4 jam dan diberikan 2 atau 3 kali dalam sehari. Methylphenidate juga tersedia dalam bentuk dosis tunggal.   Dextroamphetamine merupakan obat lain yang dipergunakan.
Sebelum digunakannya obat-obat ini, diagnosa hiperaktif haruslah ditegakkan lebih dulu dan pola terpi lainnya yang simultan juga harus dilaksanakan, sebab bila hanya mengandalkan obat ini tidak akan efektif.
Dibawah ini tabel obat-obat yang biasa digunakan dalam penanganan ADHD

 Tabel 3: Medications Used in the Treatment of Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder 27)

Generic Class
(Brand Name)
Daily Dosage Schedule
Duration
Prescribing Schedule
Stimulants (First-Line Treatment) Methylphenidate
Short-acting
(Ritalin, Metadate, Methylin)
 

Twice a day (BID) to 3 times a day (TID)
 

3–5 hr
 

5–20 mg BID to TID
Intermediate-acting (Ritalin SR, Metadate ER, Methylin ER) Once a day (QD) to BID 3–8 hr 20–40 mg QD or 40 mg in the morning and 20 early afternoon
Extended Release (Concerta, Metadate CD, Ritalin LA*) QD 8–12 hr 18–72 mg QD
Amphetamine Short-acting
(Dexedrine, Dextrostat)
  BID to TID   4–6 hr   5–15 mg BID or 5–10mg TID
Intermediate-acting (Adderall, Dexedrine spansule) QD to BID 6–8 hr 5–30 mg QD or 5–15 mg BID
Extended Release (Adderall-XR*) QD 10–30 mg QD
Antidepressants (Second-Line Treatment) Tricyclics (TCAs)
Imipramine, Desipramine
 

BID to TID
 

 

2–5 mg/kg/day
Bupropion (Wellbutrin)   QD to TID     50–100 mg TID
(Wellbutrin SR) BID 100–150 mg BID
* Not FDA approved at time of publication.
† Prescribing and monitoring information in Physicians’ Desk Reference.

Terapi diet 14) Penelitian ilmiah yang pernah dilakukan tentang pengaruh diet tertentu terhadap terjadinya hiperaktifitas tidak menunjukkan bukti yang cukup akurat meskipun pernah dikatakan bahwa Feingold Diet dapat dipakai sebagai terpi alternatif, termasuk dengan eliminasi konsumsi gula guna memperkecil terjdinya hiperaktifitas tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Suatu substansi asam amino (protein), L-Tyrosine, telah diuji-cobakan dengan hasil yang cukup memuaskan pada beberapa kasus, karena kemampuan L-Tyrosine mampu mensitesa (memproduksi) norepinephrin (neurotransmitter) yang juga dapat ditingkatkan produksinya dengan menggunakan golongan amphetamine.

RINGKASAN
Bagian dari kelainan Attention Deficite Hyperactivity Disorder pada anak yang merupakan bagian terbanyak dan yang paling menonjol yang sering dikeluhkan oleh orang tua dan guru adalah hiperaktifitas.
Seringkali karena kurang pemahaman dari orangtua dan guru serta orang-orang disekitarnya anak diperlakukan tidak tepat sehingga cenderung memparah keadaan.
Beberapa penulis mengungkapkan tentang gejala hiperaktifitas pada anak hanya dengan mencamtumkan sebagian dari gejala-gejala hiperaktifitas namun beberapa penulis lainnya menuliskan lebih terinci sebagai pegangan dalam mendiagnosa hiperaktifitas, namun secara keseluruhan penulis bersepakat bahwa gejala hiperaktifitas harus dapat dilihat pada setidaknya di dua temapat yang berbeda dengan kondisi (setting) yang berbeda pula.
Dalam hal penyebab terjadinya hiperaktifitas beberapa penulis menekankan pada faktor genetik yang diduga kuat sebagai penyebab, sememtara yang lainnya lebih menitik beratkan pada kelainan atau gangguan struktural dan fungsional susunan saraf pusat serta beberapa lagi juga mempertimbangkan faktor lain (intoksikasi, trauma, diet dll).
Tentang mulai timbulnya gejala hiperaktifitas terdapat variasi pendapat beberapa penulis.   Sebagian menyebutkan sejak usia 2 tahun telah menunjukkan tanda-tanda hiperaktifitas, sementara sebagian lainnya memberikan batasan umur kurang dari 4 tahun dan kurang dari 7 tahun.   Secara keseluruhan sepakat bahwa hiperaktifitas dapat beralangsung hingga memasuki masa remaja dan dewasa.
Terapi yang direkomendasikan kepada penderita hiperaktifitas hampir keseluruhan penulis menekankan pada terapi komprehensif yang meliputi terapi psikis baik dari orangtua, guru dan orang-orang di sekitarnya, serta terapi medikamentosa.

REFERENSI
1)        National medical series. Attention deficit hyperactivity disorder. Pada: Psychiatry 3rd edition. Scully JH. et al, ed. Waverly info-med Ltd., Hong kong. 1996;246.
2)        Silver LB. Attention Deficit – Hyperactivity Disorder A Guide for Parents. Kidsource OnLine, Inc. 2000.  Dapat dilihat di: http://www.kidsource.com/ LDA/adhd.html diakses pada : 28 April 2003.
3)        National Institute of Mental Health (NIMH). Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Bethesda, U.S.A. dapat di lihat di: http://www.nimh.nih.gov/ publicat/adhdmenu.cfm diakses pada 27 April 2003.
4)        American Academy of Pediatrics. 11705Diagnosis and Evaluation of the Child With Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder. Dalam: Practice Guideline. Jurnal Pediatrics Vol 105. No. 5.  2000; 1158-70 dapat dilihat di: http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/107/3/e43 diakses pada 27 April 2003.
5)        Daruna JH, Dalton R, Forman MA. Attention deficit hyperactifity disorder. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson textbook of pediatrics. 16th ed. WB Saunders Co. USA. 2000;29.2:100-3.
6)        Sasanti Yuniar. Penentuan validitas dan reliabilitas abbreviated corners’ teacher rating scale sebagai penyaring gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktifitas. ‘JIWA’ majalah psikiatri.  Th XXV No. 2, Yayasan kesehatan jiwa’Darmawangsa’. Jakarta. 1992: 87-103.
7)        Lissauer T, Clayden G.  Illustrated textbook of paediatrics.  edisi ke-2, New York, USA;2001:143-6
8)        Taylor E, Syndromes of overactivity and attention deficit, dalam: Rutter M, Harsov L, ed. Child and adolescent psychiatry modern approach, 2nd eds., Blockwell scientific publications, London. 1989;26:424-43.
9)        Paul. Diagnosis ADHD. dalam: Behavioral issues. Children health and wellness. Dapat dilihat di: http://www.drpaul.com/behaviour/index.html diakses pada 28 April 2003.
10)    Dianne EP. dan Sally WO. Hyperactivity Disorders of Childhood New England Journal of Medicine Volume 336. No. 13. 1998: 969 dapat dilihat di: http://content.nejm.org/current.shtml diakses pada 14 April 2003.
11)    Lissauer T, Clayden G. Illustrated textbook of paediatrics 2nd ed. Mosby Int’l. Spain. 2001;21:322.
12)    Wenar C. Early deviation in curiosity and task orientation. Pada: Developmental psychopathology from infancy through adolescence 3rd edition. McGraw-Hill, Inc. New York, USA. 1994;156-63.
13)    Levy F. Editorials Attention deficit hyperactivity disorder (There is no easy answer on whether to medicate or not). British Medical Journal. Vol. 315. BMJ Publishing Group Ltd. New South Wales, Australia. 1997:894-895 dapat dilihat di: http://bmj.com/content/vol315/issue7113/ diakses pada : 8 Mei 2003.
14)    Laufer MW. Brain disorder. Ed. Freedman AM, Kaplan HI. Dalam: Comprehensive textbook of psychiatry. The Williams and Wilkins Co. Maryland, USA.1973;42:1142-52.
15)    Child development institute. About Attention Deficit Hyperactivity Disorder ADD/ADHD. Child Development Institute  2003 dapat dilihat di: http://www.childdevelopmentinfo.com/disorders/adhd.shtml diakses pada : 27 April 2003.
16)    NIMH. Attention Deficit Hyperactivity Disorder. NIMH Public Inquiries Bethesda, U.S.A  dapat dilihat di: http://www.nimh.nih.gov/publicat/ adhd.cfm diakses pada: 27 April 2003.
17)    Perkins M. Hyperactivity Disorders of Childhood. Seija Sandberg ed. . Arch Dis Child 1997. Cambridge University Press, Cambrige. 1996; 76:385 dapat dilihat di: http://adc.bmjjournals.com/misc/terms.shtml diakses pada 7 Mei 2003.
18)    WHO. Gangguan hiperkinetik. Dalam: PPDGJ III. Cetakan pertama. Departemen kesehatan RI. 1993
19)    American academy of child and adolescent psychiatry (AACAP). Children who can’t pay attention (Attention Deficit Hyperactivity Disorder).  AACP facts For Families No. 6 Washington, D.C. 1999 dapat dilihat di: http://www.aacap.org/publications/ factsfam/index.htm diakses pada: 27 April 2003.
20)    Homer CJ. Clinical Practice Guideline: Diagnosis and Evaluation of the Child With Attention Deficit Hyperactivity Disorder. PEDIATRICS Vol. 105 No. 5. 2000:1158-70.
21)    Castellanos FX. Subtle Brain Circuit Abnormalities Confirmed in ADHD. NIMH. 2003. Dapat dilihat di: http://www.nimh.nih.gov/events/prreleas.cfm diakses pada: 28 April 2003.
22)    Hill P. Book riview: Attention deficit hyperactivity disorder. Arch Dis Child, London. 1998;79:381-4 dapat dilihat di: http://adc.bmjjournals.com/cgi/ content/full/archdischild;79/5/381 diakses pada 8 Mei 2003.
23)    Watson RI, Lindgren HC, physical and mental development, in: Psychology of the child and the adolescent 4th eds., Maxmillan publishing Co. Inc., New york, 1979;395-8.
24)    Weiss M, Murray C. Assessment and management of attention-deficit hyperactivity disorder in adults.  CMAJ No.168. Vol 6. 2003; 715-22.
25)    Chang KD. Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder dalam: Darko DF. ed. eMedicine.com, Inc. 2003, dapat dilihat di: http://www.emedicine.com/med/ byname/attention-deficit/hyperactivity-disorder.htm diakses pada : 7 Mei 2003.

0 komentar: