Pampers" Kurangi Sensitivitas Anak
Demi kepraktisan tak jarang para ibu menggunakan pampers - semua popok bayi berdaya serap tinggi- untuk balitanya. Pemakaian pampers terus-menerus akan berdampak psikologis yang kurang baik bagi balita. Hal ini diungkap oleh Ketua Pengelola Sasana Bina Balita Mitra Badan Urusan Logistik (BULOG) Jakarta, Dra.Tuty Wahyuti PSi dalam Seminar Pendidikan Anak Dini Usia Menyambut Pendidikan Tempat Penitipan Anak (TPA) Agriananda) yang diselenggarakan Dharma Wanita Persatuan Institut Pertanian Bogor (IPB), di Gedung Rektorat Kampus IPB Darmaga.
"Penggunaan pampers terus-menerus dapat mengurangi sensitivitas anak terhadap lingkungan sekitarnya. Kondisi tersebut akan berdampak psikologis yang kurang baik saat dewasa, seperti ketidakpedulian terhadap lingkungan dan rasa percaya diri yang kurang," ungkapnya.
Lazimnya, balita akan menangis bila merasa kurang nyaman terhadap perubahan lingkungan atau adanya gangguan fisik seperti basah oleh air kencingnya sendiri. Dengan pemakaian pampers balita membawa pipis bahkan pub-nya kemana-mana tanpa terganggu. Karena biasa pipis didalam pampers, anak malas ke kamar mandi dan pipis ditempat. Mental ini kemudian terbawa ketika dewasa. Sebagai pengganti, lebih baik menggunakan popok kain. Ini akan merangsang balita lebih peka pada lingkungan. Penggunaan pampers hanya digunakan dalam keadaan mendesak saja.
Pada kesempatan sama, pembicara lain, Ir Alhidayati Aziz, MSi menyatakan pemahaman tentang perkembangan anak usia dini perlu dipahami oleh para ibu. Selain dipengaruhi gen, perkembangan otak anak juga dipengaruhi lingkungan. Saat lahir otak memproduksi lebih dari triliunan neuron dan synap-synap (hubungan antar sel-sel otak) yang sangat dibutuhkan. Synap berfungsi menghubungkan dunia luar dengan otak. Selama tiga tahun pertama kehidupan, synap-synap (hubungan antar sel-sel otak) berkembang cepat melalui rangsangan dari luar. Anak mencapai intelektual tertinggi (sekitar 50 persen) pada masa itu. Synap- synap ini cenderung menjadi memori tetap dan hilang bila tidak digunakan. Stress atau trauma emosional menyebabkan otak memproduksi hormon. Tingkat hormon tinggi seperti kartisol mengakibatkan sel otak mati dan hubungan antar sel berkurang.
Menurut Alhidayati, otak manusia terdiri dari belahan otak kanan dan otak kiri. Otak kiri mengatur bagian tubuh sebelah kanan dan sebaliknya. Belahan otak kiri sangat penting untuk berbicara dalam menulis, keterampilan berhitung dan ilmiah, memahami bahasa isyarat, serta pikiran logis. Sedangkan belahan otak kanan bertanggung jawab untuk kesadaran musik, seni, persepsi ruang, pola, wawasan dan imajinasi.
Ia menjelaskan, gerakan dapat merekatkan kedua belahan otak, sehingga memungkinkan anak menyampaikan informasi antara belahan otak kanan dan kiri. Alasan inilah, katanya, anak usia dini harus bergerak untuk bisa belajar. Mereka bisa memperhatikan dan belajar jika bebas bergerak. Duduk diam merupakan tekanan dan menghambat kemampuan anak menyerap seluruh informasi baru. "Kita kadang menganggap anak yang diam itu baik, tidak merepotkan. Tapi sebenarnya itu berbahaya karena otak anak tak berkembang. Jadi jangan paksa anak untuk diam meski kita terganggu dengan aktivitasnya," tutur ibu dari tiga anak ini.
Dari dasar ini seharusnya sebuah taman penitipan anak didirikan. Suasana bermain menyenangkan akan merangsang proses belajar yang cepat pada anak. Oleh karena itu hendaknya TPA menyediakan tiga jenis mainan yakni mainan sensorimotor, mainan peran dan mainan pembangunan. (ipb)
()
0 komentar: